Halaman

Rabu, 15 Februari 2012

Kenangan 2: Masjid Ksatria Taqwa Babarsari Saksi Bisu Kami


 
Setiap pagi hari setelah sholat shubuh di Masjid Ksatria Taqwa Babarsari, kami selalu berangkat mengaji menuju Pondok Pesantren Ulil Albab Mundusaren tercinta. Biasanya kami menunggu teman-teman di kostnya mas Sutrisno dan mas Supriyono. Bila telah berkumpul, kita berangkat bersama sambil jalan kaki atau naik sepeda menuju pondok pesantren melalui persawahan penduduk.


Malam harinya setiap ba’da Magrib kecuali malam selasa dan malam kamis(malam selasa di isi pengajian oleh Ustadz Drs. Hanafi dan malam kamis di isi dengan pengajian oleh Ustadz Drs. Muhammad Mustafa) kami selalu mengisi kultum secara bergiliran. Materi yang di sampaikan bebas menurut selera masing-masing dan terkadang dari materi pengajian di ponpes Ulil Albab pagi harinya itu yang kita sampaikan kembali dalam kultum.

Banyak santri-santri Pesantren Ulil Albab khususnya yang kuliah di STTNAS Yogyakarta memulai belajar pidato di Masjid Ksatria Taqwa Babarsari. Teringat oleh penulis sendiri bagaimana santri senior seperti mas Joko Prasojo(dosen Elektro STTNAS), mas Sutrisno (dosen Mesin STTNAS), mas Sudiana(dosen Elektro STTNAS), mas Harno dll yang begitu semangat mendorong santri-santri yang muda seperti mas Agus Sudirman, mas supriyono, mas Rusdianto, mas Supriyanta, mas Subaryanto, mas Eri Gunawan, mas Jajat Sudrajat dll untuk belajar kultum.

Biasanya santri junior belajar kultum pertama kali dengan membawa repekan yang telah dibuat dikost kemudian dibaca seperti pembina upacara, kultum yang kedua repekan tetap dibawa sebagai sirep bila waktu kultum tiba-tiba lupa apa yang harus di sampaikan maka repekan yang dibawa itulah yang kita baca. Kultum yang ketiga biasanya santri junior sudah mulai menunjukkan mental baja, berkurang rasa malu, grogi dan tetek bengeknya di saat akan kultum. Pada kultum yang ketiga inilah spontanitas dan ekspresi dari santri junior sangat terlihat apa adanya dalam kultum itu. Dan bisa dibilang santri junior dah lancar kultum dan layak untuk mengisi ceramah atau kultum pada bulan Ramadhan.

Disamping kultum tiap ba’da Maghrib, para santri ada juga yang mengajar ngaji pada TPA Ksatria Taqwa. TPA Ksatria Taqwa sendiri didirikan oleh mas Joko Prasojo dan kawan-kawan karena melihat anak-anak babarsari banyak yang tidak bisa baca Al Qur’an dan adanya krestenisasi terhadap anak-anak muslim babarsari waktu itu dengan cara mengajak anak-anak muslim mengikuti kebaktian digereja. Penulis sendiri selama kuliah ikut andil kembali mengaktifkan TPA Ksatria Taqwa yang mati suri. (Alfuad Gapuki)
foto bareng santri TPA Ksatria Taqwa di bulan Ramadhan sebelum jalan-jalan pagi
saat pementasan tari saman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar